Halaman

"The king's house has three hundreds and thirty pillars as thick as a wine cask, and five fathoms high, and beautiful timberwork on the top of the pillars, and a very welll built house. The city is two day's journey from the chief port , which is called Calapa".(Tom Pires, 1513)

Rabu, 28 Desember 2011

Kerajaan Pajajaran, Sejarah Berlanjut


Benarkah Kerajaan Pajajaran musnah ketika Raja terakhir Suryakancana dan pengikutnya diluluh lantakkan  oleh pasukan Kesultanan Banten? tidak juga.

Jauh sebelum Sri Baduga Maharaja bertahta, tepatnya pada saat buyutnya, Prabu Darmasiksa berkuasa (1175-1297), - berarti sekitar 300 tahun sebelum penobatan Prabu Siliwangi - Prabu Darmasiksa banyak mendirikan kabuyutan (daerah suci) yang dilengkapi dengan mandala (lingkungan dengan penataan selaras alam).

Tercatat kabuyutan yang didirikan adalah di Ciburuy (Garut), dan Kanekes (Banten). Salah satu yang bertahan melintasi jaman hingga kini adalah Kanekes atau yang lebih dikenal dengan Baduy sekarang. Jika dihitung sejak berdirinya hingga sekarang, maka diperkirakan kampung Baduy telah berusia sekitar 500 tahun.

Tidak banyak yang berubah dari kehidupan Kanekes. Dengan demikian, setidaknya kita tahu potret sepotong kehidupan Kerajaan Sunda Kuno.

Kerajaan Pajajaran


Munculnya nama Kerajaan Pajajaran menggantikan nama Sunda Galuh seiring dengan penobatan Jayadewata atau yang dikenal dengan Sri Baduga Maharaja, Prabu Siliwangi (1482-1521). Parabu Siliwangi memilih Pakuan sebagai ibukota, sehingga dikenal juga nama Pakuan Pajajaran.

Barangkali Prabu Siliwangi ini merupakan raja yang paling melekat namanya di hati masyarakat Sunda kontemporer. Beliau sering dikenal sebagai karuhun urang Sunda. Ditilik kiprahnya dalam sejarah Sunda, memang beliau banyak membuat karya besar pada jamannya. Yang utama adalah pada masa pemerintahannya rakyat makmur sejahtera. Perdagangan meningkat pesat ditunjang oleh kontrol penuh atas selat Sunda, Pelabuhan Banten, Pelabuhan (Sunda) Kalapa, dan Muara Jati Cirebon. Penguasaan atas pelabuhan Cirebon kemudian diberikan kepada Raden Walangungsang, anaknya dari Subanglarang, yang seorang muslimah. Pada masanya juga ditandatangani perjanjian dagang dan keamanan dengan penguasa selat Malaka, Portugis. Sementara di dalam negeri, dibangunlah situs Rancamaya (Bogor sekarang).

Sementara di tanah Jawa lainnya, Kerajaan yang sedang kuat kuatnya adalah Demak yang bercorakkan Islam. Di tatar Sunda sendiri, perkembangan Islam begitu pesat. Mungkin karena agama baru ini lebih mendekati agama asli urang Sunda (jatisunda, sundawiwitan) yang monetheism.

Setelah wafat, maka beliau digantikan Surawisesa (1521-1535). Bukan main beratnya melanjutkan nama besar sang ayah. Pada masanya, Kesultanan Cirebon melepaskan diri. Disusul wilayah Banten yang mendeklarasikan Kesultanan Banten. Terakhir adalah Sunda Kalapa yang direbut Fatahillah, yang setelah direbut berganti nama menjadi Jayakarta. Satu persatu kerajaan di bawah Pajajaran lainnya mulai lepas. Mulai dari Kerajaan Galuh, Kerajaan Talaga, dan akhirnya Sumedang Larang. Ketika akhirnya perjanjian damai ditandatangani Oleh Kerajaan Pajajaran dan Kesultanan Cirebon, Surawisesa telah kehilangan setengah wilayahnya.

Mungkin hal ini yang mendorong penulisan Prasasti Batu Tulis yang menceritakan kebesaran ayahnya dan simbolisasi penyesalan atas banyaknya kehilangan wilayah pada masanya. 

Setelah wafat Surawisesa, maka Praba Ratu Dewata (1535-1543) menggantikannya. Pada masa beliau, keadaan kehidupan yang sulit melanda kerajaan. Kondisi ini diperparah dengan serbuan kesultanan Banten yang menyerang ibukota Pakuan, walaupun gagal. Sebagian berpendapat situasi ini disebabkan sang Prabu kurang cakap dalam memimpin kerajaan, dan lebih tertarik mendalami ilmu tapabrata.

Keadaan tidak lebih baik setelah Sang Ratu Sakti naik tahta (1543-1551). Jika sang ayah adalah ahli ibadah yang lemah lembut, maka sang anak berperangai keras dan sewenang wenang. Banyak kasus dimana harta benda rahayat diambil paksa. Lebih parah lagi dia meniru perangai buyutnya, Dewa Niskala dengan menikahi wanita yang sudah bertunangan, dan melakukan skandal dengan mantan selir ayahnya. Akhirnya sang Ratu diturunkan dengan paksa, dan digantikan Nilakendra (1551-1567). 

Pada saat Nilakendra berkuasa, Pajajaran benar benar dilanda situasi tidak menentu dan dan frustasi yang meluas. Rakyat banyak yang kelaparan. Ditengah kekacauan, Nilakendra melarikan diri dari himpitan masalah dengan menganut ajaran ekstrim, tantra. Aliran ini mengutamakan merapal manteta mantera untuk menyelesaikan persoalan, dan mabuk mabuk setelah menyantap hidangan yang lezat sebagai salah satu ritualnya. Sementara ditengah suramnya ekonomi, malah digelar proyek memperindah istana dengan hiasan hiasan berlapis emas. 

Tak heran bila kesultanan Banten dengan mudah menghancurkan Pakuan. Raja terakhir Pajajaran, Prabu Seda/ Raga Mulya/ Suryakancana, akhirnya meninggalkan Pakuan dan memilih Rajatapura, di Pandeglang sebagai pusat pemerintahan dalam pelarian. Rajatapura, di tempat inilah dulu untuk pertama kalinya Kerajaan Sunda kuno era Salakanagara berdiri. Semacam pertanda (?) Kerajaan Sunda dimulai di Rajatapura, dan berakhir di Rajatapura. Ramalan itu ada benarnya, saat Pasukan kesultanan Banten membumi hanguskan Rajatapura.

Saat itu, tanggal 8 Mei 1579. 


Kerajaan Sunda Galuh, Akhir Sebuah Era



Mahaprabu Wastukencana yang berkuasa atas Kerajaan Sunda dan Galuh menjelang akhir hayatnya membagi kerajaan menjadi dua bagian: Sebelah barat Citarum, kerajaan Sunda diberikan kepada Haliwungan atau Prabu Susuktunggal, anak dari istri Ratna Sarkati. Sebelah timur Citarum, Kerajaan Galuh kepada Dewa Niskala, anak dari istri Mayangsari. Kedua Kerajaan berdiri sejajar. Kerajaan Sunda Galuh kembali ke masa pemecahan, kali ini karena amanat Wastukencana.

Skandal terjadi di Kawali. Perang Bubat ternyata masih menyisakan soal. Diawali dengan pelarian pembesar Majapahit ke Galuh. Waktu itu memang sedang terjadi huru hara akibat perebutan kekuasaan di Majapahit. Pelarian disambut baik di Galuh. Yang jadi soal adalah Dewa Niskala mengawini salah seorang pembesar Majaphit tersebut, sesuatu yang diharamkan sejak Bubat. Lebih lebih lagi wanita itu telah bertunangan.

Akibat pelanggaran kode etik itu, Prabu Susuktunggal menjadi murka dan berniat menyerbu Galuh. Namun perang dapat dicegah, dan pihak pihak bersengketa duduk di meja perundingan. Hasil kesepakatan adalah baik  Susuktunggal ataupun Dewa Niskala harus mengundurkan diri sebagai raja di kerajaan masing masing. Sebagai gantinya mereka menunjuk Jayadewata yang merupakan anak Dewa Niskala sekaligus mantu Susuktunggal.

Akhirnya Kerajaan Sunda Galuh kembali dilebur dengan raja Jayadewata, Sribaduga Maharaja, Prabu Siliwangi, dengan ibukota Pakuan. Maka lahirlah Kerajaan Pajajaran.....

Raja-raja Sunda-Galuh setelah Sri Jayabupati
No
Raja
Masa pemerintahan
Keterangan
1
Darmaraja
1042-1065
2
Langlangbumi
1065-1155
3
Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur
1155-1157
4
Darmakusuma
1157-1175
5
Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu
1175-1297
6
Ragasuci
1297-1303
7
Citraganda
1303-1311
8
Prabu Linggadéwata
1311-1333
9
Prabu Ajiguna Linggawisésa
1333-1340
menantu no. 8
10
Prabu Ragamulya Luhurprabawa
1340-1350
11
Prabu Maharaja Linggabuanawisésa
1350-1357
wafat dalam Perang Bubat
12
Prabu Bunisora
1357-1371
paman no. 13
13
Prabu Niskala Wastu Kancana
1371-1475
anak no. 11
14
Prabu Susuktunggal
1475-1482

Kerajaan Sunda Galuh, Tragedi Bubat


Tragedi Bubat, Selasa Wage, tanggal 4 September 1357. By accident or by design? apapun, menyerbu sebuah iring iringan calon pengantin, tidak bisa dibenarkan. Kala itu adalah masa keemasan Kerajaan Sunda Galuh, namun juga masa keemasan kerajaan tetangganya yang sangat ekspansif, Majapahit.

Dua kerajaan besar, dua kerajaan yang sejajar, dua raja dengan satu nenek moyang. Seorang raja, Lingga Buana, sang puteri, Dyah Pitaloka, dan iring iringan pengantin harus gugur karena nafsu penaklukan. Seorang raja berkuasa, Hayam Wuruk, harus terpukul hingga menderita sakit. Dan karir sang Mahapatih harus berakhir tidak jelas.

Dari generasi ke generasi, peristiwa kelam ini selalu dikenang. Memang seluruh tubuh yang gugur disucikan dengan upacara. Memang para pembesaran Majapahit mengungkapkan penyesalan yang mendalam. Memang para perwira yang menjunjung tinggi harga diri ini kembali dibaringkan di tanah Sunda. Tetapi beban sejarah yang berat harus dipikul seorang Bunisora.

Bunisora, adik Lingga Buana, harus memimpin rahayat Pasundan Galuh melewati semua ini. Dia lah seorang pendeta tingkat satmata, tingkat lima, yang karena kecelakaan sejarah dinobatkan menjadi raja. Saat itu putera mahkota baru berusia 9 tahun. Beliau lah yang harus membimbing calon penerus, Anggalarang, terutama bersikap bijak terhadap tragedi Bubat. Bukan hal yang mudah.....

Tapi berhasil. Berkat bimbingan sang paman, Anggalarang tumbuh menjadi pribadi yang bijaksana. Pada waktu dinobatkan pada usia 23 tahun, dan bergelar Mahaprabu Niskala Wastukencana, dikenal juga dengan nama Wangisutah, seorang raja besar telah dilahirkan. Pada waktu itu untuk pertama kalinya Keluarga Kerajaan Sunda Galuh, mempunyai anggota keluarga yang beragama Islam yang baru saja pulang Haji. Dia adalah kakak ipar raja sendiri, putera dari Bunisora, pamannya. Tidak terjadi intrik atas perbedaan agama ini. Bratalegawa atau Haji Purwa Galuh setelah masuk Islam, malah diberi tanah di Cirebon untuk mengembangkan agamanya. Indah, bukan?

Pada saat itu juga sebuah tim ekspedisi dari negeri China dipimpin Laksamana Cheng Ho mengunjungi pelabuhan Muara Jati di Cirebon, dan menghadiahkan sebuah mercu suar disana. Sementara itu, untuk pertama kalinya berdiri pesantren di tatar Sunda oleh Syekh Hasanudin bin Yusuf di daerah Karawang, tentunya atas ijin Mahaprabu. Sementara sebuah padepokan agama Budha didirikan di Kerajaan Talaga, Majalengka sekarang. 

Kerajaan Sunda Galuh, Masa Keemasan.


Disiplin dalam melakukan suksesi benar benar memberikan berkah bagi Kerajaan Sunda Galuh. Nampaknya mereka telah belajar banyak dari era 100 tahun penuh makar dan peperangan yang tidak perlu. Mulai dari era Sunda Sembawa (964-973) maka kerajaan Sunda Galuh benar benar berada dalam perdamaian dan masa keemasan.

Selasa, 27 Desember 2011

Kerajaan Sunda Galuh, Era Rebutan Kekuasaan (2)


Limbur Kencana naik tahta dengan membunuh raja sebelumnya, Jayagiri. Ini merupakan rangkaian panjang pembunuhan yang dimulai ketika Arya Kedaton melakukan kudeta, dan kemudian dibunuh salah satu menterinya. Arya Kedaton digantikan anaknya Windu Sakti, dan Windu Sakti diteruskan oleh anaknya, Kemuning Gading. Tragedi terjadi lagi, Kemuning disingkirkan Jaya Giri, adiknya sendiri. Jaya Giri kemudian dibunuh Limbur Kencana, anak Kemuning Gading. 

Limbur Kencana yang kemudian naik tahta dibunuh Dewi Ambawati, anak Jaya Giri. Suami Dewi Ambawati, Watu Ageung kemudian menjadi Raja. Watu Ageung tidak lama memimpin karena kemudian dibunuh Sunda Sembawa, putera Lembur Kencana. Sampai disini, bunuh membunuh berhenti. Total terdapat 5 raja yang dibunuh dalam era rebutan kekuasaan ini. 100 tahun yang sia sia dilewatkan hanya untuk memenuhi nafsu berkuasa. Setelah itu suksesi relatif berjalan normal.

Dan ketika suksesi berjalan normal, perlahan lahan Kerajaan Sunda Galuh memasuki masa keemasan.

Senin, 26 Desember 2011

Kerajaan Sunda Galuh, Era Rebutan Kekuasaan.


Jangan sekali kali merebut kekuasaan secara tidak sah. Hanya karena perbuatan illegal Arya Kedaton ( 891-895) merebut tahta Sunda, maka selama hampir 100 tahun Kerajaan Sunda didera prahara saling membunuh dan menjatuhkan. Kudeta yang satu dibalas dengan kudeta yang lebih Dahsyat. Bahkan kudeta di Kerajaan Sunda sempat menyeret peperangan dengan Kerajaan kembarnya, Galuh.

Kerajaan Sunda Galuh, Damai Kemudian Bersatu


Setelah mengalami masa peperangan selama empat generasi, maka kerajaan Sunda Galuh memasuki era damai sejak Galuh dipimpin Manarah alias Ciung Wanara ( 739-783) dan Sunda dipimpin Rakeyan Banga (739-766). Berturut turut adalah raja raja Sunda dan Galuh :

Raja-raja Sunda sampai Sri Jayabupati
No
Raja
Masa pemerintahan
Keterangan
1
Maharaja Tarusbawa
669-723
2
Sanjaya Harisdarma
723-732
cucu-menantu no.1
3
Tamperan Barmawijaya
732-739
4
Rakeyan Banga
739-766
5
Rakeyan Medang Prabu Hulukujang
766-783
6
Prabu Gilingwesi
783-795
menantu no. 5
7
Pucukbumi Darmeswara
795-819
menantu no. 6
8
Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus
819-891
9
Prabu Darmaraksa
891-895
adik-ipar no. 8
10
Windusakti Prabu Dewageng
895-913
11
Rakeyan Kemuning Gading Prabu Pucukwesi
913-916
12
Rakeyan Jayagiri Prabu Wanayasa
916-942
menantu no. 11
13
Prabu Resi Atmayadarma Hariwangsa
942-954
14
Limbur Kancana
954-964
anak no. 11
15
Prabu Munding Ganawirya
964-973
16
Prabu Jayagiri Rakeyan Wulung Gadung
973-989
17
Prabu Brajawisesa
989-1012
18
Prabu Dewa Sanghyang
1012-1019
19
Prabu Sanghyang Ageng
1019-1030
20
Prabu Detya Maharaja Sri Jayabupati
1030-1042

Raja-raja Galuh sampai Prabu Gajah Kulon
No
Raja
Masa pemerintahan
Keterangan
1
Wretikandayun
670-702
2
Rahyang Mandiminyak
702-709
3
Rahyang Bratasenawa
709-716
4
Rahyang Purbasora
716-723
sepupu no. 3
5
Sanjaya Harisdarma
723-724
anak no. 3
6
Adimulya Premana Dikusuma
724-725
cucu no. 4
7
Tamperan Barmawijaya
725-739
anak no. 5
8
Manarah
739-783
anak no. 6
9
Guruminda Sang Minisri
783-799
menantu no. 8
10
Prabhu Kretayasa Dewakusalesywara Sang Triwulan
799-806
11
Sang Walengan
806-813
12
Prabu Linggabumi
813-852
13
Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus
819-891
ipar no. 12

Pada silsilah Kerajaan Sunda, Tarusbawa, Banga, dan Darmeswara hanya berkuasa di kawasan sebelah barat Sungai Citarum. Raja raja lainnya berkuasa di Kerajaan Sunda sekaligus Galuh. Pada silsilah Kerajaan Galuh, hanya Sanjaya dan Tamperan Barmawijaya yang sempat berkuasa atas Sunda sekaligus Galuh. Pada masa Rakeyan Wuwus lah, Kerajaan Sunda dan Galuh kembali bersatu, karena Raja Galuh Linggabumi tidak mempunyai keturunan. Akhirnya tahta diserahkan kepada suami adiknya, yang adalah Raja Sunda, Rakeyan Wuwus (819-891). Dengan demikian ini adalah penyatuan kedua sejak Sanjaya.

Jika dihitung sejak era Manarah - Banga, maka rakyat kedua kerajaan mengalami masa masa damai selama lebih kurang 150 tahun hingga penyatuan tersebut. Namun penyatuan kerajaan tidak selalu berbuah manis. Kali ini masalah terjadi di jantung Kerajaan Sunda sendiri. Sebuah rebutan kekuasaan yang menumpahkan darah...

Kerajaan Sunda Galuh, Skandal Seks dan Perang Saudara (4)

Manarah, adalah putera dari perkawinan Premana Dikusuma dengan Naganingrum, cucu Bimaraksa. Ayahnya terbunuh, tetapi kemudian Manarah mempunyai bapak tiri karena ibunya kemudian dinikahi Tamperan Bramawijaya yang naik tahta menjadi raja Galuh sekaligus Sunda.

Namun sebuah berita mengejutkan datang dari sang buyut, Bimaraksa. Bagaimana tidak, kabar itu menyebutkan bahwa ayahnya, Premana Dikusumah, sesungguhnya telah dibunuh Tamperan Brawijaya dengan cara cara licik. Maka rencana balas dendam pun disusun.

Dibawah bimbingan Bimaraksa, maka ditentukan kudeta akan dilakukan saat acara sabung ayam. Kudeta berhasil, Tamperan Bramawijaya dan Dewi Pangreyep tewas, sementara Banga, putera mahkota ditawan. Kabar tewasnya Tamperan Brawijaya membuat Sanjaya yang bertahta di Bumi Mataram mengerahkan pasukan menyerang Galuh. Kerajaan Galuh yang telah bersiap diri dan didukung Kerajaan Kuningan dapat menahan laju pasukan Sanjaya.  Pertempuran berlangsung berhari hari, tak ada yang menang, tak ada yang kalah.

Melihat situasi yang membahayakan kedua belah pihak, maka Demunawan (anak Sempak Waja, cucu Wretikandayun, pendiri Galuh), turun gunung dari Saung Galah. Dalam perundingan damai yang diadakan di Galuh, disepakati :
  • Manarah menguasai Kerajaan Galuh
  • Banga mengusai Kerajaan Sunda
  • Sanjaya tetap menjadi Raja Bumi Mataram
  • Demunawan Menguasai Kerajaan Kuningan.
Demikianlah perang kembali memecah kerajaan Sunda dan Galuh, terjadi pada tahun 739. Manarah kemudian dikenal sebagai Ciung Wanara dalam legenda Ciamis.

Entri Populer